Jumat, 28 Oktober 2016

Perilaku Pencarian Informasi

                Kebutuhan dan pencarian informasi merupakan suatu konsep yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia, karena kebutuhan informasi selalu ada dalam diri individu yang kemudian timbul situasi problematik tersebut, situasi dimana seseorang merasakan kekurangan informasi sedangkan pengetahuan yang dimilikinya terbatas. Peristiwa tersebut menunjukkan suatu kondisi kesenjangan antara pengetahuan yang dimiliki seseorang dengan informasi yang dibutuhkan tidak memadai saat itu. Untuk mengatasi kondisi kesenjangan tersebut, seseorang akan berusaha mencari informasi, agar pengetahuan yang dibutuhkan segera terpenuhi untuk membuat suatu keputusan. Perilaku pencarian informasi sangat berkaitan dengan pengguna, bagaimana pengguna membutuhkan informasi, sumber apa yang digunakan, serta bagaimana pengguna menggunakan sumber informasi yang dipilih.  
Darmono mengemukakan kebutuhan informasi disebabkan oleh desakan dari luar seperti tugas-tugas yang harus diselesaikan, ataupun karena faktor dari dalam yakni mewujudkan dirinya.
        Kebutuhan informasi dapat dipengaruhi oleh aktivitas suatu pekerjaan, bidang yang digeluti, adanya fasilitas, kedudukan sosial, jangkauan sumber informasi. Ketika mahasiswa memulai belajar di perguruan tinggi, kemudian mendapatkan tugas dari dosen untuk memecahkan suatu masalah yang sesuai dengan materi yang diberikan, melalui pemecahan masalah dapat diketahui mahasiswa mulai memenuhi kebutuhan informasi yang diinginkan karena tuntutan penyelesaian tugas mata kuliah yang diberikan dosen, dan saat-saat seperti ini mahasiswa akan mengalami situasi problematik yang akan mengalami kesenjangan dimana mahasiswa merasakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimilikinya, karena proses belajar yang mereka lakukan di perguruan tinggi, menuntut mereka untuk aktif dalam menjalankan tugas perkuliahan serta menjadikan mandiri.
        Wilson menyajikan beberapa definisi tentang perilaku informasi, yaitu :
a)      Information behavior (perilaku manusia), yakni keseluruhan perilaku manusi berkaitan dengan sumber dan saluran informasi, termasuk perilaku pencarian dan penggunaan informasi, baik secara aktif maupun secara pasif. Misalnya, menonton televisi dapat dianggap sebagai perilaku informasi, demikian pula dengan komunikasi face to face.
b)      Information seeking behavior, proses pencarian informasi, dimana pencari informasi tersebut belum mengetahui proses dalam pencarian, misalnya : mencari topik apa yang akan dibahas dalam suatu artikel, pencari hanya akan mencoba-coba untuk membuka situs-situs tertentu yang akhirnya ia dapat menemukan ide topik dari artikel yang akan ia tulis.
c)       Information searching behavior (perilaku pencarian informasi), pencari informasi sudah mengetahui apa yang dicari, yakni pencari informasi langsung dapat mencari topik apa yang memang ia butuhkan untuk menulis artikl tersebut.
d)      Information user behaviour (perilaku penggunaan informasi), terdiri dari tindakan-tindakan fisik maupun mental yang dilakukan seseorang ketika orang tersebut menggabungkan informasi yang ditemukannya dengan pengetahuan dasar yang sudah ia miliki sebelumnya.  


Menurut Wilson, terdapat beberapa hambatan dalam penemuan informasi, yakni :
a)      Hambatan internal
1. Hambatan kognitif dan psikologis :
Ø Disonansi kognitif, gangguan  yang terkait motivasi individu dalam berperilaku. Konsep ini mengemukakan bahwa adanya kognisi yang  sedang  berkonflik  membuat  individu  merasa  tidak  nyaman, akibatnya mereka akan berupaya memecahkan konflik tersebut dengan satu atau beberapa jalan penyelesaian.
Ø Tekanan selektif, Individu  cenderung  terbuka  dengan  gagasan  yang  sejalan  dengan minat,  kebutuhan,  dan  sikap  mereka.  Secara  sadar  atau  tidak  sadar manusia  sering  menghindari  pesan  yang  berlawanan  dengan pandangan dan prinsip mereka.
Ø Karakteristik emosional, Hambatan  ini  berkaitan  dengan  kondisi  emosional  dan  mental seseorang ketika menemukan informasi.

2.          Hambatan demografis :
Ø Tingkat pendidikan dan basis pengetahuan, Hambatan  dalam  hal  bahasa  ditemui  dalam  beberapa  penelitian perilaku  penemuan  informasi.  Semakin  rendahnya  pendidikan  maka semakin rendah juga tingkat penguasaan pencarian informasi mereka.
Ø Variabel demografi, Perilaku  penemuan  informasi  dipengaruhi  oleh  atribut  sosial kelompok  (karakteristik  dan  status  sosial  ekonominya).  Atribut  ini berpengaruh  pada  metode-metode  yang  diunakan  dalam  menemukan informasi.
Ø Jenis kelamin, biasanya  mempengaruhi  hambatan  dalam  perilaku pencarian  informasi.  Antara  lelaki  dan  perempuan  memiliki  cara pencarian yang berbeda.

3. Hambatan interpersonal, adanya  kesenjangan pengetahuan  antara  komunikan  dan  komunikator  dapat  menjadi  salah satu alasan terjadinya gangguan dalam komunikasi interpersonal.
4. Hambatan fisiologis, hambatan  ini  dapat  berupa  cacat  fisik  dan  mental,  baik  karena bawaan lahir atau karena faktor lain.

b)      Hambatan eksternal
1.    Keterbatasan waktu, terbatasnya  waktu  dapat  menjadi  hambatan  dalam  penemuan informasi,  aktivitas  yang  padat memungkinkan  berkurangnya waktu untuk menemukan informasi yang dibutuhkan.
2.    Hambatan geografis, jauhnya  sumber  informasi  dari  lokasi  juga  menjadi  penghambat dalam kegiatan pencarian informasi seseorang.
3.    Hambatan yang berkaitan dengan karakteristik sumber informasi, Teknologi baru, seperti internet, bagi sebagian orang juga dianggap masih menyimpan  kekurangan,  antara  lain:  menyajikan  informasi yang terlalu banyak, namun dinilai kurang relevan. Tidak menutup kemungkinan  mereka  yang  sering  menggunakan  internet  pun  mengalami kendala serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Darmono. 2000. Studi Tentang Kebutuhan dan Perilaku Pencarian Informasi, Mahasiswa Skripsi di IKIP Malang. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Wilson, T. D. 1999. Models in information behavior research. Journal Documentation, vol. 55 no. 33. pp. 259-270.


Kamis, 20 Oktober 2016

Memori Manusia (short term memory dan long term memory)



Lupa dan ingat adalah dua hal yang wajar dalam kehidupan. Keduanya merupakan bagian dari memori manusia. Hampir semua aktivitas manusia membutuhkan memori. Memori adalah kemampuan individu untuk menyimpan informasi dan informasi tersebut dapat dipanggil kembali untuk dapat dipergunakan beberapa waktu kemudian (Atkinson dkk, 2000). Misalnya, dalam hal mengingat materi mata kuliah yang telah dijelaskan oleh dosen, mengingat tugas apa saja yang harus dikerjakan, mengingat tempat-tempat menarik yang pernah dikunjungi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kemampuan setiap individu dalam menyimpan memori pun berbeda-beda, tergantung dari usia, kapasitas memorinya, serta dari tiga proses dasar dalam membangun memori tersebut yakni encoding (pengkodean) merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah informasi menjadi bentuk yang dapat diproses dan digunakan oleh otak , yang kedua storage (penyimpanan) yaitu menyimpan pengalaman yang telah dipersepsikan, sehingga suatu saat dapat dimunculkan kembali, pengalaman yang sudah dipersepsikan tadi akan meninggalkan jejak dimemori sebagai memory traces yang disimpan dalam ingatan, memory traces bisa hilang ataupun rusak karena proses lupa sehingga memory traces tidak sepenuhnya bisa bertahan dalam ingatan, dan yang ketiga adalah retrieval (pemanggilan kembali) memunculkan kembali pengalaman yang sudah disimpan dalam memori sehingga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, proses ini bisa dilakukan dengan mengingat kembali (recall) atau mengenal kembali (recognize). Contoh konkrit dari proses encoding, storage, dan retrieval tersebut dapat kita lihat dalam peristiwa sehari-hari, misalnya saat hendak berangkat ke kampus, kita melihat seorang nenek yang sedang menyebrang di jalan raya, kemudian nenek tersebut ditabrak sebuah mobil. Melihat peristiwa tersebut (diterima oleh persepsi dan dibuat kode, dalam hal ini terjadi proses encoding), kemudian kita menyimpannya dalam otak (jenis mobil, arah bis, darimana nenek tersebut berjalan, dan sebagainya, dalam hal ini berlangsung proses storage). Sebagai saksi mata akhirnya kita dimintai keterangan di kantor polisi, kemudian kita menceritakan apa yang telah terjadi, sesuai dengan apa yang telah disimpan dalam otak (proses retrieval).

Menurut Richard Atkinson dan Richard Shiffrin (dalam Matlin, 1998), memori manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni :
a.       Sensory memory, memori sensoris adalah ingatan yang berkaitan dengan penyimpanan informasi sementara yang dibawa oleh pancaindera. Setiap pancaindera memiliki satu macam memori sensoris. Memori Sensoris adalah informasi sensoris yang masih tersisa sesaat setelah stimulus diambil. Jadi, di dalam diri manusia ada beberapa macam sensori-motorik, yaitu sensori-motorik visual (penglihatan), sensori-motorik audio (pendengaran), dan sebagainya.  Memori sensorik cukup pendek, dan biasanya akan menghilang segera setelah apa yang kita rasakan berakhir. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah, saat sedang bercanda  saya pernah dicubit oleh teman, beberapa detik setelah dicubit saya masih bisa merasakan dan mengingat rasa cubitan tersebut, sakit. Namun tidak lama kemudian rasa sakit akan cubitan itu akan menghilang.
b.      Short-term memory, adalah suatu proses penyimpanan memori sementara, artinya informasi yang disimpan hanya dipertahankan selama informasi tersebut masih dibutuhkan. Ingatan jangka pendek adalah tempat kita menyimpan ingatan yang baru saja kita pikirkan. Ingatan yang masuk dalam memori sensoris diteruskan kepada ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek berlangsung sedikit lebih lama dari memori sensoris, selama anda menaruh perhatian pada sesuatu, anda dapat mengingatnya dalam ingatan jangka pendek. Misalnya, ketika kita diminta untuk membaca dan kemudian mengingat dua belas angka yang ditulis secara acak, kita bisa mengulang untuk menyebutkan angka-angka tersebut dan menyimpannya hanya dalam waktu sekitar 15 detik setelah angka-angka tersebut kita baca, jika sudah di atas 15 detik biasanya ingatan tersebut sudah mulai lemah, dan beberapa menit atau jam ke depan biasanya lupa, atau disebut dengan decay (musnahnya memori jangka pendek).
c.       Long term memory, suatu proses penyimpanan informasi yang relatif permanen. Misalnya, ketika seseorang yang kita sayangi pergi dari sisi kita, mungkin kita akan mengingat kembali kenangan-kenangan yang tersimpan dalam memori jangka panjang kita. Kita dapat mengingat dengan sangat detail bahkan tanpa kita sadari bahwa kita telah menyimpan informasi tersebut. Kita mungkin mengenang tempat dimana kita menghabiskan waktu dengan orang tersebut dengan mengingat pemandangan, bau dan bahkan perasaan dengan akurasi mengejutkan.
Selain memiliki ingatan, sering kali kita sebagai manusia mengalami “lupa”. Hal ini terjadi karena kurang sempurnanya tiga proses dasar yang sebagaimana saya paparkan sebelumnya, yakni encoding, storage, dan retrieval. Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan memori agar tetap terjaga dengan baik yakni antara lain dengan pola hidup sehat, memperhatikan kandungan gizi dari makanan yang kita konsumsi, diimbangi dengan olahraga secara teratur, istirahat yang cukup, mengasah otak, membaca, dll.

DAFTAR PUSTAKA

https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1002106005-3-BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2016.

Kamis, 06 Oktober 2016

Trend Generasi Millennial

            Generasi millennial (Millennial Generation) menurut Yuswohady adalah generasi yang lahir dalam rentang waktu awal tahun 1980-n hingga tahun 2000. Generasi ini juga sering kali diistilahkan dengan net generation. Generasi millinneal ini memiliki perbedaan perilaku dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Karakteristik mereka ditandai dengan perilaku sebagaimana berikut connected, multitasker, tech-savvy, social, adventurer, transparent, work-life balance, dan lain sebagainya.
Sumber : merdeka.com


            Dalam kajian yang dilakukan oleh Inventurer dan Middle Class Institute (MCI), ditemukan beberapa trend mengenai nilai-nilai dan perilaku generasi millennial di Indonesia, yakni :
1. Millennial Wanna Be
Millennial is not cohort. It is a lifestyle. Generasi millennial bukan hanya dijadikan tanda kapan kita lahir, namun sudah menjadi gaya hidup. Hal ini dikarenakan, saat ini tak peduli, siapapun, entah itu generasi X misalnya merasa bangga kalau memiliki gaya hidup layaknya generasi millennial. Millennial bukan persoalan usia, bukan persoalan tua muda. Millennial adalah ekspresi dan identitas diri.
     2. Two Faces of Click Activism
Apabila dilihat secara sekilas, generasi millennial di Indonesia ini memiliki tingkat kepedulian begitu tinggi, dapat dilihat dengan munculnya banyak masalah penting nasional yang mereka respon melalui situs seperti change.org. Misalnya ketika dulu heboh kasus “Papa minta saham” atau pelarangan layanan gojek, para millennial activists merespon dengan cepat dengan melakukan petisi online. Namun apakah betul partisipasi, kepedulian sosial, dan nasionalisme mereka melambung dengan adanya platform petisi seperti itu? Jawabannya belum tentu. Seperti mnonton gelaran sepak bola di GBK, mereka hanya menjadi semacam pemandu sorak yang ingin hanyut dalam euphoria dan kehebohan masalah tersebut.
      3. Circular economy
Generasi millennial adalah trend-setter, dalam gaya hidup, gadget, fashion mereka selalu berusaha untuk menjadi yang terdepan. Namun, mereka juga cepat bosan dengan gaya hidup atau produk yang baru saja mereka gunakan. Misalnya, ketika suatu gadget versi baru keluar, maka gadget lama ditinggalkan. Padahal baru beberapa bulan sebelumnya, gadget lama tersebut dibeli. Namun gadget lama tersebut tidak ditinggalkan begitu saja, gadget tersebut dijual di situs-situs seperti OLX, dan lain sebagainya. Inilah yang memicu apa yng disebut dengan circular economy.
     4.  Social Media Pressure
Media sosial adalah media terbuka, dimana siapapun dapat berbicara baik maupun buruk, pujian maupun cercaan terhadap yang lain. Dapat dilihat bully di media sosial menjadi wabah yang menjalar cepat. Generasi millennial, generasi yang sangat peduli dan menganggap serius setiap perkataan dan komentar dari friends, fans,dan  followers (3F). Banyak ABG millennial yang lebih mendengarkan 3F tersebut daripada orang tua atau keluarga mereka. Oleh karena itu, komentar-komentar yang bersifat negatif, atau bully di medsos merupakan sumber tekanan psikologis yang berat bagi generasi millennial.
      5. Coment Seeker Generation
Generasi millennial adalah attention-seeker. Mereka merasa dirinya sebagai sosok bintang yang disorot kamera di jagat medsos. Karena itu mereka “gila” di komentari. Apapun minta dikomentari. Posting status di facebook minta ikomentari, foto selfie di instagram minta dikomentari. Semakin banyak “like” atau komentar yang didapat, maka mereka akan merasa semakin eksis, hits atau apalah-apalah. Komentar yang positif membuat mereka berbunga-bunga, sebaliknya seperti yang dijelaskan diatas, komentar negatif membuat mereka stress, frustasi, dll.
      6.  Instant Online Buying
Dulu ketika membeli barang yang diinginkan di suatu online shop, kita harus menunggu beberapa hari barang tersebut dikirim melalui jasa kurir. Namun hal itu kini mulai berubah, Generasi millinneal di Indonesia mulai menikmati instant online buying dimana beli di internet sekarang, kemudian beberapa menit atau jam kemudian barang telah diterima. Hal tersebut dilakukan oleh gojek, seperti layanan yang tersedia Go-Food, Go-Mart, Go-Clean, Go-Glam, dll. Alfamart merespon trend ini dengan cepat, dengan adanya layanan Alfaonline.
     7.  The Birth of Visual Generation (Gen V)
Fenomena lain yang sedang nge-hits di kalangan generasi millennial adalah semakin canggihnya tools yang dipakai untuk selfie, seperti penggunaan drone, lensa kamera GoPro, dan lain sebagainya yang membuat hasil tampilan visual dari foto-foto selfie semakin dramatis, atau penggunaan aplikasi periscope atau  snapchat untuk video selfie. Apabila dulu gaya anak muda yang selfie hanya menampilkan foto muka saja, maka sekarang mereka mulai senang berfoto dengan berlatar belakang obyek yang keren, atau agar lebih terkesan update dan live maka video selfie pun mulai digemari. Setiap generasi millennial ingin menampilkan authentic self untuk meningkatkan personal branding-nya masing-masing.
      8. Brand Story Matters
Generasi millennial menyukai cerita yang mengemas sebuah produk atau layanan. Dan ktika sebuah produk atau layanan memiliki cerita yang keren, maka kaum millennial begitu passionate membincangkan dan menyebarkannya ke friends, fans and followers. Fenomena ini dapat dilihat pada bisnis kuliner. Sejak tahun lalu, kedai kopi artisan menjadi booming di berbagai kota di tanah air, seperti filosofi kopi, tanamera, ABCD, atau one fifteenth coffee. Konsep food truck seperti Amerigo atau konsep food street seperti OTW di kelapa gading tahun lalu begitu happening. Bahkan mall kini pun dikemas dengan brand story yang kuat seperti Aeon di BSD yang berhasil mengusung tema Jepang dan memicu word of mouth luar biasa.
      9. Multi-Tribes Netizen
Komunitas atau grup online yang dibentk di medsos seperti grup WhatsApp, BBM, Telegram,atau  facebook kian sophisticated. Generasi millennial dapat join dalam belasan bahkan puluhan grup WA atau bbm sekaligus. Misal, grup alumni, grup rekan kerja, grup rekan kuliah, grup pengajian, grup hobi kuliner, grup hobi traveling, dan lain-lain. Itulah mengapa diistilahkan sebagai multi-tribes netizen, netizen yang hidup di beragam suku, yang ada pada grup-grup media sosial. Dengan banyaknya grup yang dimasuki, maka mereka harus memiliki multi-split personality, mereka harus dapat “bersandiwara”, memainkan peran dan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan tuntutan atau karakter personal yang ada pada grup tersebut.
     10.   Holiday Effect
Liburan dan hiburan merupakan kebutuhan super penting bagi generasi millennial, bahkan liburan itu tidak kenal dengan masa krisis. Dapat dilihat ketika bulan Agustus-November 2015, Indonesia dihantui krisis ekonomi yang ditandai dengan dollar yang melambung dan PHK dimana-mana. Namun kita dibuat kaget yakni ketika akhir tahun jalur pantura macet total selama beberapa hari oleh masyarakat yang liburan akhir tahun. Hingga Dirjen mngundurkan diri karena tak sanggup memprediksi dan mengatasi kemacetan yang sangat parah.
     11.  The Rise of Instagrampreneur
Kehadiran media sosial terutama instagram, memberikan peluang luar biasa bagi millennial yang cekak modal untuk berbisnis secara online. Mereka hanya tinggal upload untuk mempromosikan dagangannya. Bahkan tak jarang pula, seseorang yang bekerja kantoran, juga menjadikan bisnis online sebagai sampingan. Iklan-iklan massif bukalapak, tokopedia, atau OLX secara positif mengajak para generasi millennial menjadi digital entrepreneur.
     12. How We Consume is a New Lifestyle, Tools Matters !
Berlari dengan aplikasi nike+running (dengan fitur GPS, pace tracker, timer, calories, pedometer, music player dan jejaring sosial) lebih keren untuk dipamerkan daripada olahraga larinya sendiri, nonton film di Netflix lebih keren daripada di bioskop atau rcti, dll. Lari dan film tidaklah penting, yang terpenting adalah digital tools apa yang digunakan oleh generasi millennial. Bagi generasi tersebut digital is awesome, karena itu gaya hidup the digital of things haruslah dipamerkan di medsos. Generasi millennial selalu punya passion luar biasa untuk menjadi yang terdepan dalam arus deras the digital of tings, ketika mereka sudah menjadi yang terdepan, maka wajib hukumnya capaian itu untuk dipamerkan di media sosial. hehe
      13. Sharing is Cool
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, pada poin sharing economy yang mulai diadopsi konsumen Indonsia, khususnya generasi millennial secara meluas. Di tahun 2016 ini sharing economyakan diadopsi lebih dalam dan lebih luas di sector-sektor industri yang lain. Sektor traveling dan leisure (melalui layanan, misal : AirBnB), bakal menjadi the next big things. Budaya konsumsi share, not own juga akan kian massif di tanah air. Di dunia hiburan misalnya, generasi millennial tak perlu lagi mempunyai CD atau DVD untuk mendengarkan music atau menonton film, layanan-layanan berbasis cloud seperti iTunes, Netflix, spotify, soundcloud, dan JOOX akan kian popular.

Nah, itulah beberapa poin mengenai trend mengenai nilai-nilai dan perilaku generasi millennial di Indonesia. Kalian termasuk poin yang keberapa ? atau semuanya ? hehe…


DAFTAR PUSTAKA

______.Millenials : A Potrait of Generation Net. http://www.pewsocialtrends.org/2010/02/24/millennials-confident-connected-open-to-change/. Diakses pada tanggal 05 Oktober. 2016.

Yuswohady dan Suryati Veronika. www.yuswohady.com/2016/01/17/millennial-trends-2016/. Diakses pada tanggal 05 Oktober 2016.