Setiap orang mempunyai kesan dan
penilaian sendiri-sendiri tentang suatu objek tertentu. Begitu pula kesan atau
penilaian seseorang terhadap perpustakaan tentu sangat beragam, tergantung dari
pengalaman, pengetahuan, dan latar belakang orang tersebut tentang perpustakaan.
Mungkin ketika masa kita sekolah, kita memiliki pengalaman tentang perpustakaan
sebagai tempat yang harus senyap, sepi, kaku, petugas yang galak, dan lain
sebagainya. Perkembangan teknologi informasi semakin menggempur kita seakan
pula mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Melihat fenomena tersebut
sudah semestinya perpustakaan berbenah diri untuk bertransformasi menjadi
perpustakaan yang mengikuti perkembangan zaman dan trend perubahan sikap dan
perilaku pemustakanya. Harapannya perpustakaan bisa bermain atau berperan pada
segala masa, dinamis terhadap perubahan yang terjadi sehingga tidak
ditinggalkan oleh para pemustaka atau masyarakat anggotanya. Jangan sampai
perkembangan yang terjadi diluar perpustakaan menjadi tidak sejalan dengan
perkembangan di dalam perpustakaan sendiri.
Apabila melihat perkembangan
perpustakaan yang ada maka terdapat lima generasi perpustakaan “library
as space” (Priyanto:2017), dimana
generasai disini tidak dimaksudkan merujuk pada kronologi waktu. Adapun secara
singkat kelima generasi tersebut adalah:
1. Generasi
pertama adalah perpustakaan masih sebagai “Collection Centris”, atau
dapat dikatakan bahwa fokus perhatian perpustakaan adalah pada koleksi. Hal
tersebut dapat dibuktikan melalui space ruang koleksi atau rak
penyimpanan buku mendominasi ruang perpustakaan. Space untuk user lebih
kecil dibanding space koleksi.
2. Generasi
kedua adalah “Client Focused”, perpustakaan generasi kedua tidak
lagi berfokus pada koleksi tetapi pada layanan atau fokusnya pada pengguna atau user,
misalnya ditandai dengan penggunaan teknologi dalam layanan perpustakaan, space untuk user lebih
mendominasi daripada space koleksi.
3. Generasi
ketiga adalah perpustakaan sebagai “Experience Center”, merupakan
pengembangan dari generasai kedua, dimana seorang user ketika
masuk ke perpustakaan akan menemukan suatu pengalaman baru yang tidak ditemukan
pada perpustakaan umumnya, ada rasa yang berbeda. Misalnya: tersedia café
perpustakaan, tidak terlalu banyak larangan-larangan di perpustakaan,
tersedia aneka fasilitas dan layanan dalam perpustakaan (movie, gym,
arena bermain, dsb),display buku yang tidak monoton, dan
sebagainya.
4. Generasi
keempat adalah perpustakaan sebagai “Connected Learning Experience”,
perpustakaan menyediakan fasilitas yang memungkinkan user untuk
belajar secara bersama baik dalam lingkungan perpustakaan maupun diluar
lingkungan perpustakaan, misalnya menyediakan layar lebar untuk fasilitas
belajar bersama.
5. Generasi
kelima atau generasi terakhir adalah “Library as Makerspace”,
artinya bahwa perpustakaan selain menyediakan buku sebagai bahan bacaan juga
menyediakan sarana praktik dari pembahasan dari suatu bacaan tersebut. Misalnya
ada buku tentang merajut, maka perpustakaan menyediakan fasilitas praktik atau
latihan merajut.
Sudah bukan masanya lagi perpustakaan dianggap sebagai
tempat yang ga asik dan kekunoan karena ternyata di beberapa
tempat, perkembangan perpustakaan “library as place” sudah
memasuki generasi kelima. Perubahan perpustakaan kearah yang lebih baik pasti
akan bisa terwujud, salah satunya tergantung pada komitmen dan kesungguhan pustakawan
untuk berubah. Terletak di generasi berapa perpustakaan kita saat ini, menjadi
refleksi kita untuk dapat merenda perpustakaan menjadi lebih baik. Implikasi
redefinisi perpustakaan terlihat dari perubahan koleksi, inovasi, dan space
lebih luas. Standard ruang 3,5 m2 setiap pemustaka,
dapat dihitung butuh berapa meter persegi luas perpustakaan. Perlu proses dan
tentu saja kerja keras untuk mencapai pada generasi kelima ini. Setidaknya pola
pikir pustakawan sudah sampai pada generasi kelima. Pustakawan
itu memang harus punya jiwa entrepreneurship jadi tangguh dalam menghadapi
segala tantangan.
Jadi..masuk dalam generasi berapa perpustakaan
yang ada di sekitar kita ?
DAFTAR
PUSTAKA
Priyanto,
Ida Fajar. 2017. Materi Mata Kuliah Manajemen Disain dan Perpustakaan.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Belum banyak pustakawan yang menggeluti dunia disain dan bangunan perpustakaan, sementara di tingkat internasional ada divisi Library Building and Design di IFLA (International Federation of Library Association).
BalasHapusDesign perpustakaan diperlukan agar kenyamanan perpustakaan dapat terwujud.