Jumat, 24 Februari 2017

Metadata Object Description Schema

            Metadata secara sederhana dapat diartikan data tentang data (data about data). Metadata yaitu informasi dengan nilai tambah yang memungkinkan objek informasi diidentifikasi, direpresentasi, dikelola, diakses, dan dipreservasi (Priyanto:2017). Taylor menyebutkan bahwa metadata adalah, structure data which describes the characteristic of resource. It share many place in libraries, museums, and archives. A metadata record consist of a number of pre-defined elements representing specifics at or more values (Taylor:2003). Metadata are structure, encoded data that describe characteristics of information bearing entities to aid in the identification, discovery, assessment, and management of the described (ALA). Ada 3 jenis metadata :
1. Metadata deskriptif, data yang dapat mengidentifikasi sumber informasi sehingga dapat digunakan untuk memperlancar proses penemuan dan seleksi. Cakupan yang ada pada data ini adalah pengarang, judul, tahun terbit, tajuk subjek atau kata kunci dan informasi lain yang proses pengisian datanya sama dengan katalog tradisional.
2. Metadata administratif, data yang tidak hanya dapat mengidentifikasi sumber informasi tapi juga cara pengelolaanya. Cakupan dari data ini adalah sama dengan data deskriptif hanya saja ditambah dengan pembuat data, waktu pembuatan, tipe file, data teknis lain. Selain itu data ini juga mengandung informasi tentang hak akses, hak kekayaan intelektual, penyimpanan dan pelestarian sumber informasi.
3. Metadata Struktural, data yang dapat membuat antara data yang berkaitan dapat saling berhubungan satu sama lain. Secara lebih jelas, Metadata ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara berkas fisik dan halaman, halaman dan bab dan bab dengan buku sebagai produk akhir.
            Standar-standar yang digunakan dalam skema metadata, antara lain: 1. CDWA (Categories for Descriptions of Works of Art): skema untuk deskripsi karya seni 2. DCMES (Dublin Core Metadata Element Set): skema umum untuk deskripsi beraneka ragam sumber digital 3. EAD (Encoded Archival Description): skema untuk menciptakan sarana temu kembali bahan kearsipan (archival finding aids) dalam bentuk elektronik. 4. GEM (Gateway to Educational Materials): skema untuk bahan pendidikan dan pengajaran 5. MPEG (Moving Pictures Experts Group) MPEG-7 dan MPEG-21: standar untuk rekaman audio dan video dalam bentuk digital. 6. ONIX (Online Information Exchange), untuk data bibliografi lingkungan penerbit dan pedagang buku 7. TEI (Text Encoding Initiative): panduan untuk encoding teks dalam bentuk elektronik menggunakan SGML dan XML, khususnya untuk kalangan peneliti teks bidang humaniora. 8. VRA (Visual Resources Association) Core: skema untuk deskripsi karya visual dan representasinya 9. METS (Metadata Encoding and Transmission Standard): skema metadata untuk obyek digital kompleks yang tersimpan dalam koleksi perpustakaan 10. MARC (Machine Readable Cataloguing): skema yang digunakan di lingkungan perpustakaan sejak tahun 1960-an untuk membuat cantuman bibliografi elektronik standar 11. MODS (Metadata Object Description Standard): skema untuk deskripsi rinci sumber-sumber elektronik.
             MODS ini dikelola oleh Network Dvelopment and MARC Standards Office dari Library of Congress dibantu oleh pakar-pakar bidang pengawasan bibliografi serta berbagai masukan dari para pengguna. MODS ini dikembangkan sebagai respon terhadap keluhan bahwa skema Dublin core terlampau sederhana untuk lingkungan perpustakaan, sedangkan format MARC 21 terlalu kompleks dan kurang bersahabat bagi pengguna di luar sistem perpustakaan .
Hasil gambar untuk metadata
Standar metadata MODS dikembangkan oleh Library of Congress Network Development bekerjasama dengan MARC standar office. MODS lebih diutamakan untuk menyimpan data deskripsi sumber-sumber digital dan elektronik. Untuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini MODS merupakan sebuah pilihan tepat. MODS dikembangkan menggunakan kombinasi antara standar deskripsi pada MARC (AACR2) dengan standar encoding menggunakan bahasa XML (eXtensible Markup Language). XML dipilih karena encoding-nya lebih bersifat fleksibel, dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan, dan merupakan sebuah sistem yang bersifat open-sources (tidak berbayar). Keunggulan dari skema MODS ini antara lain: a. Tags yang digunakan berupa teks dan tidak menggunakan numeric b. Elemen-elemen dalam MODS paralel dengan MARC, sehingga mencakup standar dalam sebuah deskripsi di perpustakaan c. Deskripsi dari elemen-elemen MODS bisa diperbaharui dan dikembangkan d. Menggunakan skema XML yang lebih bersifat fleksibel e. Cakupan jauh lebih luas dibandingkan Dublin Core. MODS terdiri dari 20 top-elemen yang merupakan kombinasi dari elemen-elemen MARC. Top-elemen dalam MODS tersebut kemudian dikembangkan menjadi 47 sub-elemen. Elemen-elemen yang termuat dalam MODS, antara lain: keterangan judul, nama, jenis sumber, genre, keterangan publikasi, deskripsi fisik, bahasa, abstrak, daftar isi, catatan, subjek, dan elemen-elemen lainnya.
Dalam mengembangkan sebuah skema metadata yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh jenis perpustakaan, perlu dipertimbangkan beberapa hal berikut ini, a. Menentukan aspek mana dari standar encoding untuk metadata yang harus dipertahankan dan dikembangkan menjadi format masa depan. Seperti contoh, MARC 21 akan dipertimbangkan, sebab jutaan cantuman telah tersimpan dalam format ini. Standar lain akan dipelajari pula. b. Bereksperimen dengan Semantic Web dan teknologi linked data untuk melihat apa kegunaannya bagi pengelolaan data bibliografi dan bagaimana model-model sekarang harus disesuaikan agar bisa memanfaatkan kegunaan ini. c. Mendorong penggunaan ulang metadata perpustakaan di lingkungan web yang lebih luas, sehingga pengguna (end user) akan mendapatkan metadata yang berkualitas. d. Memungkinkan pengguna menjelajahi hubungan-hubungan antara berbagai entitas, seperti orang, tempat, organisasi, dan konsep, agar bisa menelusur dengan lebih akurat, baik di katalog perpustakaan, maupun internet. Model data yang tampaknya bagus, seperti FRBR (Functional Requirements for Bibliographic Records) untuk bernavigasi antar hubungan, akan dipertimbangkan untuk digunakan. e. Mempelajari berbagai cara baru yang dapat digunakan untuk menampilkan metadata, sehingga tidak selalu perlu menggunakan sistem berbasis MARC. f. Mengidentifikasi risiko apabila melakukan perubahan, risiko apabila tidak berbuat apa-apa. Termasuk menilai cepat-lambatnya membuat perubahan. Apakah harus maju langkah demi langkah, atau bertindak lebih berani, lebih cepat? g. Membuat rencana untuk mengintegrasikan metadata yang telah ada ke dalam sistem bibliografi baru (dalam infrastruktur teknis yang lebih luas dari LC). Hal ini sangat penting mengingat besarnya nilai dan jumlah pangkalan data lama, warisan sistem dan standar sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA:
Alemneh, Daniel Gelaw. 2007. An Introduction to MODS: The Metadata Object Description Schema. USA: [n.m].
McCallum, Sally H. 2004. An Introduction to The Metadata Object Description Schema (MODS).
Priyanto, Ida Fajar. 2017. Mata Kuliah Perpustakaan Digital. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Taylor, Arlene.G. 2004. The Organization of Information. London: Library Unlimited.


2 komentar:

  1. Semakin banyak pengetahuan tentang metadata . ..

    BalasHapus
  2. "...MODS ini dikembangkan sebagai respon terhadap keluhan bahwa skema Dublin core terlampau sederhana untuk lingkungan perpustakaan, sedangkan format MARC 21 terlalu kompleks dan kurang bersahabat bagi pengguna di luar sistem perpustakaan..."

    kutipan ini menarik dicatat :)

    BalasHapus